Powered By Blogger

Sabtu, 19 Januari 2013

Serpihan Masalalu

Ketika segalanya berubah itu pasti karena waktu..
Waktu merangkak begitu cepat meninggalkan kisah. Delapan bulan sudah berlalu, menyisakan kenangan-kenangan indah namun penuh luka. Ini semua karena dia. Dia sosok laki-laki yang sangat lancang masuk ke dalam hidupku. Dia yang sekali lagi berani mengusik ketegaran luka hati yang belum pulih karenanya. Yang mampu membuatku menjadi wanita paling bodoh, karena terlalu sering berimajinasi. Berkhayal tentang diriku, dirinya dan segala hal tentang kita yang tak mungkin dapat menyentuh bibir kenyataan.
Dulu, aku begitu polos saat dia tiba-tiba menyapa dengan ucap lembut suaranya. Suara yang mampu menggetarkan gendang telinga dan membawa impuls yang kemudian ditangkap oleh otak. Membuat sel syaraf bekerja cepat. Saat retina mulai menangkap bayangan wajahnya. Sehingga tercetak sebuah senyum sempurna yang terlukis dibibirku dan bibirnya. Seakan detik pun secara tiba-tiba berhenti enggan tuk menemani menit. Suasana yang tadinya  ramai seketika hening dalam pendengaranku. Aku sepeerti terbius oleh binar-binar matanya yang tepat menusuk butik mataku.Tatapannya tajam, aku seperti terhipnotis olehnya dan ikut masuk ke dalam dunianya.
Hari-hari berikutnya terasa berbeda. Hingga pada suatu malam dia menyapa dalam barisan abjad yang mucul pada layar handphone ku. Awal percakapan bisu yang cukup menggetarkan aliran darahku dalam setiap tetes hemoglobinnya. Begitu terasa semburat jingga yang terpancar dari air wajahku saat deretan-deretan huruf yang tercipta dengan backsound lagu-lagu penuh cinta. Kemudian bergelayut indah dalam otakku dan merekam runtutan senyum sempurna di memoriku.
Dimulailah awal kehidupan baru yang terlihat nyata namun terasa buram dalam kaca mata kehidupan kita. Sosokku dan sosoknya yang tetap bisu dalam bayangan. Dan enggan saling menyapa dalam kenyataan.
Percakapan bisu itu semakin banyak setiap harinya. Sampai aku lupa bahwa kita telah terlalu dalam tenggelam menyusuri kehidupan masing-masing. Aku yang terlalu cepat tenggelam menyusuri labirin-labirin hatinya. Dan dia yang terlalu lambat untuk menyusuri palung hatiku.
Aku selalu bertanya-tanya pada hatiku. Tuk meyakinkan sebuah rasa yang setiap hari selalu bergelayut manja dalam benakku. Sebuah rasa yang terlahir dari sebuah organ tubuh bernama hati. Dan ketika suara hati yang memonopoli diriku, rangkaian kata-kata pun tak mampu tuk menggambarkan betapa besar rasa itu. Perasaan itu kemudian tumbuh semakin besar, saat kita berdua memutuskan tuk saling berbicara, tuk saling menatap, juga saling menyentuh dalam kenyataan.
Ketika pekatnya langit malam tanpa cahaya bintang dan bulan menerangi. Secepat itu pula cahayanya hadir tuk menemani malamku. Ketika udara dingin dan semilir angin yang perlahan menyusup dalam rongga-rongga tubuhku. Dia yang mampu membenamkan tubuhku kedalam peluknya. Perasaan hangat yang terasa kemudian menjalar keseluruh tubuhku. Membuatku merasa nyaman dan tak ingin terlepas dalam pelukannya. Detak jantungku yang kurasakan berdetak berpuluh-puluh kali lebih cepat dari biasanya. Tetes-tetes darah yang berlomba-lomba keluar masuk memompa jantungku. Aku takut. Aku takut jika aku tak dapat bertahan lebih lama untuk merasakan pelukannya, saat dia menyadari tubuhku yang mulai meleleh dalam rengkuhannya.
Hari terus berganti sebagai bukti bahwa waktu tetap setia menemaninya. Aku pun semakin lama terjebak dalam sumur hatinya. Pangeran tampan tanpa kuda putih yang selalu berlari-lari maraton dalam otakku.
Secara tidak sadar, namanya lah yang sering ku ceritakan saat percakapan panjangku dengan Tuhan. Tuhan dengan rencanaNya sendiri yang telah menyelipkan namamu pada setiap lembaran hari-hariku. Tuhan juga yang menjadi sutradara dalam tidurku, yang membawa sosoknya menjadi mungkin untuk ku gapai walau hanya dalam bunga tidur.
Rasa itu perlahan-lahan semakin besar menggerogoti labirin-labirin hatiku. Memaksa mulutku untuk mengatakan apa yang dirasakan oleh hati. Namun, bagaimana mungkin aku dapat mengutarakannya. Jika yang ku tahu bahwa perasaan kita berbeda. Aku dengan hasrat besar yang telah memtuskan hatiku tuk berlabuh di pelabuhan hatinya. Dia dengan tanpa ragu mampu meluangkan waktunya untukku dalam waktu yang cukup lama. Tanpa sedikit pun aku tahu bagaimana perasannya.
Sampai waktu pun berhenti pada sebuah kenyataan tentang kisah hidupnya. Aku pun hanya terpaku lemas tak berdaya, membisu tanpa kata dalam guyuran air langit. Satu hal menyakitkan yang baru ku tahu. Setelah sekian lama kita menghabiskan beribu-ribu detik yang telah menciptakan banyak kenangan. Betapa banyak senyum dan tawa yang telah menghiasi percakapan bisu kita. Begitu indah tuk dikenang namun juga begitu menyakitkan untukku.
Seseorang bidadari manja telah memonopoli hatinya. Seorang wanita yang dia prioritaskan setelah ibunya. Bukan aku! Bukan...! Dia adalah kekasihnya. Bidadari yang telah memiliki hatinya, yang mampu melakukan segala hal demi cinta. Segala perhatian yang juga ingin aku berikan padanya. Perhatian. Kasih sayang. Cinta. Bahkan segala hal demi menyatukan dua insan yang berbeda. Diriku dan dirinya.
Semenjak saat itu, tak pernah ada lagi percakapan bisu yang saling kita utarakan. Dia yang memilih tuk melanjutkan hidup bersama kekasihnya. Dan aku yang tetap melanjutkan hidupku dengan awan abu-abu yang masih menguasai seluruh hari-hariku.
Penyesalanku semakin bertambah besar atas segala kebodohanku. Aku mungkin masih tersesat dalam perasaanku sendiri. Perasaaanku terhadapnya yang telah cukup lama ku pendam. Dan perasaan sakit hati atas segala perlakuannya.
Aku tahu perasaan tak dapat dipaksakan. Dan segala yang bersumber dari hati memang tak dapat dijabarkan oleh rangkaian abjad. Aku tak tahu siapa yang salah dalam keadaan kita. Karena tak ada yang patut untuk disalahkan.
Cinta datang kepada siapa saja yang mau membuka hatinya untuk orang lain. Cinta terlalu banyak berkorban. Cinta juga terlalu banyak disalahkan atas dua kemungkinan. Kebahagian atau air mata. Kebahagian yang tercipta sebelum datangnya air mata.
Cinta mungkin bagi sebagian orang hanya sebuah kamuflase atau omong kosong belaka. Sebagai akhir pemecahan masalah dari sebuah konflik dalam berbagai cerita para penulis. Namun cinta itu hidup. Ia hidup tuk menyatukan perbedaan. Semakin dalam ku mengetahui isi hati seseorang. Aku semakin tahu dimana letak cinta, kebahagiandan juga air mata.
Jika saja cinta itu dapat dibekukan. Aku akan menyimpannya dalam wadah tertutup dan akan ku berikan padanya. Namun cinta itu bukan benda. Ia adalah rasa. Tak dapat disentuh, tak dapat dilihat, namun tak juga mudah hilang. Cinta itu ada didalam sebuah kotak hati setiap manusia. Cinta mampu membuat setiap manusia bertingkah berlebihan dan cinta juga mampu mengubah segalanya.
Perasaan yang sungguh membosankan yang terlahir dalam hatiku. Karena aku yang terus bersungut-sungut memanggil namanya dalam setiap helaan nafas panjang yang terasa semakin sesak. Namun, ketika dia menjungkir balikan segalanya. Menghempaskan aku ke dalam jurang dalam tempat penyihir dan ular berbisa. Dan sampai saat aku tuliskan ini aku masih terjerat dalam sebuah kesalahan terindah yaitu AKU MASIH MENYUKAI SERPIHAN MASALALU TENTANG KITA.

Tugas mengarang Bahasa Indonesia
19 November 2012