Ketika
segalanya berubah itu pasti karena waktu..
Waktu merangkak begitu cepat meninggalkan kisah.
Delapan bulan sudah berlalu, menyisakan kenangan-kenangan indah namun penuh luka. Ini semua karena dia. Dia sosok
laki-laki yang sangat lancang masuk ke dalam hidupku. Dia yang sekali lagi
berani mengusik ketegaran luka hati yang belum pulih karenanya. Yang mampu
membuatku menjadi wanita paling bodoh, karena terlalu sering berimajinasi.
Berkhayal tentang diriku, dirinya dan segala hal tentang kita yang tak mungkin
dapat menyentuh bibir kenyataan.
Dulu, aku begitu polos saat dia tiba-tiba menyapa dengan ucap
lembut suaranya. Suara yang mampu menggetarkan gendang telinga dan membawa
impuls yang kemudian ditangkap oleh otak. Membuat sel syaraf bekerja cepat.
Saat retina mulai menangkap bayangan wajahnya. Sehingga tercetak sebuah senyum
sempurna yang terlukis dibibirku dan bibirnya. Seakan detik pun secara
tiba-tiba berhenti enggan tuk menemani menit. Suasana yang tadinya ramai seketika hening dalam pendengaranku.
Aku sepeerti terbius oleh binar-binar matanya yang tepat menusuk butik
mataku.Tatapannya tajam, aku seperti terhipnotis olehnya dan ikut masuk ke
dalam dunianya.
Hari-hari berikutnya terasa berbeda. Hingga pada
suatu malam dia menyapa dalam barisan abjad yang mucul pada layar handphone ku. Awal percakapan bisu yang cukup menggetarkan aliran darahku dalam setiap tetes
hemoglobinnya. Begitu terasa semburat jingga yang terpancar dari air wajahku
saat deretan-deretan huruf yang tercipta dengan backsound lagu-lagu penuh cinta. Kemudian bergelayut indah dalam otakku dan merekam
runtutan senyum sempurna di memoriku.
Dimulailah awal
kehidupan baru yang terlihat nyata namun terasa buram dalam kaca mata kehidupan
kita. Sosokku dan sosoknya yang tetap bisu dalam bayangan. Dan enggan saling
menyapa dalam kenyataan.
Percakapan bisu itu
semakin banyak setiap harinya. Sampai aku lupa bahwa kita telah terlalu dalam
tenggelam menyusuri kehidupan masing-masing. Aku yang terlalu cepat tenggelam
menyusuri labirin-labirin hatinya. Dan dia yang terlalu lambat untuk menyusuri
palung hatiku.
Aku selalu
bertanya-tanya pada hatiku. Tuk meyakinkan sebuah rasa yang setiap hari selalu
bergelayut manja dalam benakku. Sebuah rasa yang terlahir dari sebuah organ
tubuh bernama hati. Dan ketika suara hati yang memonopoli diriku, rangkaian
kata-kata pun tak mampu tuk menggambarkan betapa besar rasa itu. Perasaan itu
kemudian tumbuh semakin besar, saat kita berdua memutuskan tuk saling
berbicara, tuk saling menatap, juga saling menyentuh dalam kenyataan.
Ketika pekatnya
langit malam tanpa cahaya bintang dan bulan menerangi. Secepat itu pula
cahayanya hadir tuk menemani malamku. Ketika udara dingin dan semilir angin
yang perlahan menyusup dalam rongga-rongga tubuhku. Dia yang mampu membenamkan
tubuhku kedalam peluknya. Perasaan hangat yang terasa kemudian menjalar keseluruh
tubuhku. Membuatku merasa nyaman dan tak ingin terlepas dalam pelukannya. Detak
jantungku yang kurasakan berdetak berpuluh-puluh kali lebih cepat dari
biasanya. Tetes-tetes darah yang berlomba-lomba keluar masuk memompa jantungku.
Aku takut. Aku takut jika aku tak dapat bertahan lebih lama untuk merasakan
pelukannya, saat dia menyadari tubuhku yang mulai meleleh dalam rengkuhannya.
Hari terus berganti
sebagai bukti bahwa waktu tetap setia menemaninya. Aku pun semakin lama
terjebak dalam sumur hatinya. Pangeran tampan tanpa kuda putih yang selalu
berlari-lari maraton dalam otakku.
Secara tidak sadar,
namanya lah yang sering ku ceritakan saat percakapan panjangku dengan Tuhan.
Tuhan dengan rencanaNya sendiri yang telah menyelipkan namamu pada setiap
lembaran hari-hariku. Tuhan juga yang menjadi sutradara dalam tidurku, yang
membawa sosoknya menjadi mungkin untuk ku gapai walau hanya dalam bunga tidur.
Rasa itu
perlahan-lahan semakin besar menggerogoti labirin-labirin hatiku. Memaksa
mulutku untuk mengatakan apa yang dirasakan oleh hati. Namun, bagaimana mungkin
aku dapat mengutarakannya. Jika yang ku tahu bahwa perasaan kita berbeda. Aku
dengan hasrat besar yang telah memtuskan hatiku tuk berlabuh di pelabuhan
hatinya. Dia dengan tanpa ragu mampu meluangkan waktunya untukku dalam waktu
yang cukup lama. Tanpa sedikit pun aku tahu bagaimana perasannya.
Sampai waktu pun
berhenti pada sebuah kenyataan tentang kisah hidupnya. Aku pun hanya terpaku
lemas tak berdaya, membisu tanpa kata dalam guyuran air langit. Satu hal
menyakitkan yang baru ku tahu. Setelah sekian lama kita menghabiskan
beribu-ribu detik yang telah menciptakan banyak kenangan. Betapa banyak senyum
dan tawa yang telah menghiasi percakapan bisu kita. Begitu indah tuk dikenang
namun juga begitu menyakitkan untukku.
Seseorang bidadari
manja telah memonopoli hatinya. Seorang wanita yang dia prioritaskan setelah
ibunya. Bukan aku! Bukan...! Dia adalah kekasihnya. Bidadari yang telah
memiliki hatinya, yang mampu melakukan segala hal demi cinta. Segala perhatian
yang juga ingin aku berikan padanya. Perhatian. Kasih sayang. Cinta. Bahkan
segala hal demi menyatukan dua insan yang berbeda. Diriku dan dirinya.
Semenjak saat itu,
tak pernah ada lagi percakapan bisu yang saling kita utarakan. Dia yang memilih
tuk melanjutkan hidup bersama kekasihnya. Dan aku yang tetap melanjutkan
hidupku dengan awan abu-abu yang masih menguasai seluruh hari-hariku.
Penyesalanku
semakin bertambah besar atas segala kebodohanku. Aku mungkin masih tersesat
dalam perasaanku sendiri. Perasaaanku terhadapnya yang telah cukup lama ku
pendam. Dan perasaan sakit hati atas segala perlakuannya.
Aku tahu perasaan
tak dapat dipaksakan. Dan segala yang bersumber dari hati memang tak dapat
dijabarkan oleh rangkaian abjad. Aku tak tahu siapa yang salah dalam keadaan
kita. Karena tak ada yang patut untuk disalahkan.
Cinta datang kepada
siapa saja yang mau membuka hatinya untuk orang lain. Cinta terlalu banyak
berkorban. Cinta juga terlalu banyak disalahkan atas dua kemungkinan.
Kebahagian atau air mata. Kebahagian yang tercipta sebelum datangnya air mata.
Cinta mungkin bagi
sebagian orang hanya sebuah kamuflase atau omong kosong belaka. Sebagai akhir
pemecahan masalah dari sebuah konflik dalam berbagai cerita para penulis. Namun
cinta itu hidup. Ia hidup tuk menyatukan perbedaan. Semakin dalam ku mengetahui
isi hati seseorang. Aku semakin tahu dimana letak cinta, kebahagiandan juga air
mata.
Jika saja cinta itu
dapat dibekukan. Aku akan menyimpannya dalam wadah tertutup dan akan ku berikan
padanya. Namun cinta itu bukan benda. Ia adalah rasa. Tak dapat disentuh, tak
dapat dilihat, namun tak juga mudah hilang. Cinta itu ada didalam sebuah kotak
hati setiap manusia. Cinta mampu membuat setiap manusia bertingkah berlebihan
dan cinta juga mampu mengubah segalanya.
Perasaan yang
sungguh membosankan yang terlahir dalam hatiku. Karena aku yang terus
bersungut-sungut memanggil namanya dalam setiap helaan nafas panjang yang
terasa semakin sesak. Namun, ketika dia menjungkir balikan segalanya.
Menghempaskan aku ke dalam jurang dalam tempat penyihir dan ular berbisa. Dan
sampai saat aku tuliskan ini aku masih terjerat dalam sebuah kesalahan terindah
yaitu AKU MASIH MENYUKAI SERPIHAN MASALALU TENTANG KITA.
Tugas
mengarang Bahasa Indonesia
19
November 2012