Entah kekuatan darimana yang membuatku menulis tentang ini. Oke, kali ini seharusnya aku sedang mengerjakan beberapa tugas mata kuliah yang belum ku selesaikan sepenuhnya. Tapi sesuatu dikepalaku menghambat laju berpikir otakku. Tentang seseorang yang untuk pertama kalinya ku temui hari ini. Seseorang yang untuk pertama kalinya menyapaku lebih dulu. Dalam pendengaranku entah mengapa suaranya ketika memanggil namaku menjadi seperti Lullaby yang menenangkan dan terngiang-ngiang merdu.
Demi Tuhan aku tak mengenal siapa dia, tapi mengapa senyumnya... Omong-omong soal senyumnya tadi siang, bolehkah aku bilang kalau tadi adalah senyuman paling manis yang pernah aku lihat? Berlebihan memang, padahal dia bukan artis tampan atau bintang iklan yang selalu mempesona dengan aura dan senyumnya. Tapi dimataku senyumnya adalah yang termanis, terkesan tulus dan ah....
Aku membayangkannya lagi! Membayangkan dia tersenyum kepadaku.
Oke aku ceritakan who he is.... Laki-laki dengan tinggi sekitar dua puluh centi diatas ku, bertubuh tegap dan seperti tokoh utama dalam novel yang sangat memikat hati dan membuat siapa saja terpesona. Dia gak ganteng tapi manissss
Dan hanya bermodalkan tahu nama panggilannya saja, aku berusaha mencari tahu tentangnya. Orang gila! Yang benar saja, masa hanya pada pertemuan pertama aku suka sama dia?
Kalau boleh jujur, aku memang pernah melihatnya dan tak jarang berpapasan dengannya di lorong kampus. Tapi baru kali ini untuk pertama kalinya dia menyapaku, membuatku penasaran darimana dia tahu namaku? Please, kenapa susah sekali untuk berhenti untuk berasumsi sendiri wahai pikiranku? Jangan meracuni otakku dan besar kepala seolah dia memang mengincarku.
Dear otak, hati, mata, dan pikiranku... seharusnya kita sama-sama belajar dari masa lalu. Bagaimana dengan mudahnya kita mengizinkan seseorang masuk ke dalam pikiran kita dan perlahan masuk ke hati kita dan ternyata malah menghancurkannya perlahan. Susah bukan untuk memulihkannya? So please berhati-hatilah bersamaku menjaga hatiku terutama..
Ditengah tumpukan tugas kuliah ditemani senyumnya
Depok, 12 Maret 2015
Bintang♡
♡Jika ini adalah awal kebahagiaan.. Aku ingin terus hidup selamanya.. Jika ini adalah akhir.. Aku tak ingin terbangun lagi esok hari. Karena aku hanya ingin hidup bersama kebahagiaan yang sempurna ini. Aku ingin terus mengingat cinta yang ku miliki sampai akhir..:)
Kamis, 12 Maret 2015
Rabu, 02 Juli 2014
I Want You to Stay
Cerita ini
merupakan karangan belaka, bukan kisah nyata-----------------------------
Hembusan angin perlahan mulai terasa bermain riang dengan
rambut panjang sebahu milikku yang ku biarkan terjatuh. Aku duduk dengan
beralaskan pasir pantai, kedua lenganku ku lingkarkan pada kedua lipatan
kakiku. Aku menatap pada perbatasan
antara laut dan langit; pada garis cakrawala. Tepat diantara garis itu benda
bulat berwarna jingga perlahan tenggelam dan membiarkan langit kehilangan.
Kemudian langit berubah warna bercampur dengan jingga sehingga menghasilkan
gradasi yang sangat indah bersama bias bias cahaya.
Aku menarik nafas dalam dan
sesekali memejamkan mata. Aku ingin merasakan betapa indahnya kuasa Tuhan tentang
alam ini. Aku ingin merasakan kedamaian dan melepaskan segala beban.
Sesuatu tentang aku dan dia kemudian merajuk masuk kembali di
kepalaku. Aku seperti kehilangan oksigen dan hampir menitihkan air mata.
Tangan seseorang tiba
tiba merangkul pundak ku. Aku tahu itu pasti milik Dava.. Kemudian Dava ikut
duduk disampingku, dia tersenyum ke arahku “Aaaaah....indah banget ya sunsetnya
liv” Aku hanya tersenyum dan mengangguk aku tak ingin memalingkan wajahku ke
arahnya.
Tak ada suara antara aku dan Dava, kami terdiam. Aku dan dia
berada pada gelembungnya masing-masing. Sesekali nafasku terasa berat hingga
aku bisa mendengarnya sendiri.
“Liv...” ucapnya memecahkan keheningan.
Aku mendengarnya namun terasa mengambang. Aku fikir itu bukan
pertanyaan dan aku tak perlu mengatakan apapun.
“Liv..” ucapnya lagi.
Dava kemudian membenarkan posisinya dan duduk tepat di
depanku bukan lagi disebelahku.
“Kenapa?” kataku akhirnya.
“Lo nangis? Kenapa sih barbie ?” tanyanya
“Gue gapapa” jawabku sambil menunduk tanpa melihat ke
arahnya.
Dava yang tak puas dengan jawabanku kemudian mengangkat
daguku dengan tangan kanannya dan bertanya sekali lagi “Kamu kenapa?”
Aku membuang wajahku dan membiarkannya jatuh dari tangan
dava. Sekali lagi aku menggeleng. Aku berusaha menyembunyikan mataku yang mulai
basah. Namun usahaku gagal karna bahuku terus berguncang karna tangis sesak
yang ku ciptakan. Aku tak kuasa...aku menangis sejadi jadinya dihadapan Dava.
Dava yang tak biasa melihat aku menangis akhirnya menarikku
kedalam pelukannya. Aku dan Dava berhamburan dengan erat seolah tak ingin
kehilangan.
“Dav...gue sayang sama lo, gue benci perpisahan, Gue gak mau
lo pergi.” Kataku akhirnya dengan sangau sambil berlumuran air mata dibelakang
punggunya.
Dava tak menjawab ucapanku, aku tahu dia juga sedang berusaha
menahan tangisnya. Itu semua tersirat lewat pelukannya yang sangat erat
sehingga aku mulai merasakan sesak.
Aku dan Dava dua manusia yang di pertemukan dalam sebuah
produksi film. Aku tahu ini terlalu cepat, namun inilah yang Aku dan Dava
rasakan; persasaan nyaman. Kami bertemu 6 bulan lalu, beradegan mesra setiap
harinya untuk membangun chemistri...sangat sulit bagiku untuk memungkiri bahwa
perasaan ini hanyalah sebatas tuntutan peran. Karna Dava selalu bersamaku, dia
selalu menyambut senyumku dengan tatapan penuh cinta yang tak ku pungkiri telah
memikat hatiku. Kami berdua selalu menghabiskan waktu bersama untuk sekedar
bercanda atau mengisi jeda waktu. Dengannya...aku bisa berbuat apa saja,
membiacarakan apa saja tanpa perlu merubah diriku sempurna karna profesiku
sebagai public figure. Dia menerimaku
apa adanya, saat bersamanya disanalah ku temukan dunia baru dunia yang seakan
tanpa bosan ku kelilingi walau berulangkali. Aku sangat nyaman
bersamanya..Sangat...I dont need anything
cause I have my world..yes I have Him
Dava melepaskan pelukannya, tangannya kemudian berada
dipipiku berusaha menghapus airmataku. Tangan yang lebih dulu juga mengahpus
air matanya yang sengaja iya sembunyika dariku.
“Barbie gue juga sayang sama lo...gue akan selalu samasama
elo kok” ucapnya dengan senyum yang bisa membuatku ikut tersenyum seketika.
Semua penat dan sesak seakan hilang. Pikiran tentang
perpisahan dan kehilangan seakan tak ada lagi. Aku tersenyum lagi. Ya...karna
hanya Dava yang bisa membuatku merasa nyaman. Hanya Dava yang bisa membuat
semuanya kembali baik baik saja. When I’m
with you my life it’s as easy as breathing....
Aku menatapnya dalam...“Gendong...” kata ku dengan manja
“Apa? Gendong? Manja banget sih” ucapnya dengan tawa dan alis
terangkat
“Ihh gendong pokonya” pintaku lagi dengan manja seperti anak
kecil. Aku selalu manja saat bersamanya, dan Dava tak pernah bisa menolak
pintaku karna dia selalu ingin melihatku tersenyum..
Dava kemudian berdiri dihadapanku dan mengulurkan tangannya
padaku, mencoba membantuku untuk berdiri. “Gendongg!!”
“Ayo naik” katanya yang sudah setengah membungkuk
Aku melompat kepunggungnya, kemudian melingkarkan lenganku
dilehernya. Dava menggendongku dan kami beranjak pindah dari bibir pantai. Dava
membawaku berlali dalam gendongannya, berlari sekuat tenaganya yang baru
kusadari ia tak mengenakan alas kaki. Sehingga kaki putihya berlumuran pasir
pantai yang halus.
“Davaaaaa......” teriakku sambil tertawa dalam gendongan Dava
yang semakin kencang membawaku berlari
Tiba tiba Dava berhenti dan menurunkanku kembali ke pasir
pantai. “Ih kok udah?”
“Lu bawel sih” katanya sambil mencubit pipiku
“Davaaa!!!”
Dava menarik kedua tanganku mengangkatnya bersama kedua
tangannya ke depan dadanya. “Dava sayang Oliv” katanya dengan sungguh sungguh.
Aku hanya tersenyum dan tersipu malu, mukaku langsung memerah
seketika “Oliv juga sayang Dava” kataku akhirnya
Dava kembali menarikku kedalam pelukannya dan mebelai
rambutku perlahan.Aku berusaha menyakinkan diriku bahwa Dava tak akan pernah
pergi meninggalkan aku walau semua ini akan segera berakhir. Dia akan selalu
disisiku. Everyday I spent with you is
the best day of my life...
Jumat, 07 Maret 2014
Sepenggal Kisah Rindu
Seharusnya
saat ini aku sedang fokus menghafal doa-doa untuk Ujian Praktek Agama Islam
besok. Tapi entah mengapa sesuatu tiba-tiba melintas di atas kepalaku.
Fikiranku semakin membawaku pergi jauh di alam bawah sadarku. Akhirnya aku
menyadari bahwa hatiku semakin teriris perih. Aku melupakan sejenak tentang
tugas-tugas yang berserakan yang sudah menuntutku untuk segera di kerjakan.
Sosok itu
menarikku kembali ke masa yang paling aku benci. Masa lalu itu sepertinya hidup
kembali, berpura-pura menegur bak bidadari namun nyatanya berniat untuk
menjatuhi. Hari ini, aku melihatmu, kamu mulai menyapaku lebih dulu. Harusnya
aku tak perlu menoleh ketika kau memanggil namaku dengan begitu lirih. Rupamu
masih sama seperti dulu, aku sama sekali tak melihat ada yang berbeda dari
wajah manis itu. Aku selalu hafal senyum manis dan mata indah yang setiap waktu
selalu membiusku. Aku masih hafal tubuh
nan tinggi menjulang dengan dada bidang yang dari dulu ingin sekali aku
rasakan pelukannya. Suara lembut yang seperti bisikan ketika memanggil namaku.
Aku merindukan itu, merindukan saat kita bisa berbicara malu-malu, bukan dengan
jarak sejauh ini.
Andai aku
punya mesin waktu, ingin sekali ku cicipi sedikit saja kebahagian saat
bersamamu. Ingin ku kembalikan sosok kamu yang dulu pernah menjadi bagian dari
hari-hariku tapi sayang aku tak punya mesin waktu. Kamu yang sekarang bukan
lagi kamu yang selalu temani aku untuk menatap malam penuh bintang. Kamu yang
sekarang bukan lagi laki-laki penyuka bulan. Kamu...bukan lagi yang dulu aku
kenal.
Setiap waktu
selama dua tahun ini aku selalu membisu, diam-diam mencari tahu kabarmu lewat
lini waktu twittermu. Aku tahu disana kau selalu terlihat baik-baik saja. Aku
tak pernah berani untuk menyapamu lebih dulu meskipun itu hanya dunia maya. Tapi
ketakutan itu selalu sama. Aku takut mengganggu hubungan barumu dengan dia.
Maka dari itu, ku putuskan untuk diam dan menunggu kamu yang mencariku lebih
dulu.
Waktu dua
tahun yang aku kira lambat ternyata berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin
berkenalan denganmu namun mengapa kini kita sudah sangat berjauhan? Rasanya
baru kemarin menikmati pakaian putih abu-abu dan kini hanya menghitung hari
pakaian itu akan kugantungkan dilemari. Dan apa seperti ini cerita putih
abu-abu yang akan ku kenang? Selalu tentang kamu dan perasaanku?
Selama
ini....selama dua tahun ini, kamu seperti hantu yang datang dan pergi menggoda
imanku. Kamu menggangguku dalam proses melupakanmu. Dan kelemahanku adalah tak
pernah berani mengusirmu karna aku tak pernah ingin melukai perasaanmu. Apa kau
tahu? Selama dua tahun ini yang kutulis seluruhnya adalah tentang kamu, tentang
perasaanku terhadapmu. Kamu telah menjelma secara magis lewat tulisanku.
Perasaan yang Tuhan tumbuhkan dihatiku kepadamu terlalu kuat, hingga aku
sendiri tak mampu mencabutnya. Kini...bisakah kau bisikkan pada Tuhan tuk
mencabut perasaan ini dari hatiku?
Aku tahu, kamu
pernah punya yang baru dan melupakanku. Dan sekarang kamu dan dia sudah
mengakhiri segalanya bahkan kau sudah temukan yang baru lagi. Selama rentan
waktu itu kamu juga masih sering menghubungiku lebih dulu lewat chat bbm atau
whatsapp. Memulai kembali percakapan denganku, tanpa rasa bersalah. Aku senang
kau hubungi lebih dulu meski dengan datang dan pergi. Begitukah kamu hadir
dalam hidupku? Mencariku ketika kesepian datang menghampirimu dan ketika kau
temukan yang baru kamu melupkanku. Aku merasakan itu berkali kali selama ini.
Apa hanya aku yang kau perlakukan seperti ini?
Rasanya aku
ingin berteriak sekencang mungkin agar rasa yang tertahan bisa terlupakan. Aku
ingin tahu rasanya menikmati hari tanpa beban perasaan. Aku ingin tahu rasanya
bahagia sesungguhnya tanpa harus berpura-pura tegar. Aku selalu menunggu waktu,
waktu perpisahan kelas 12 dan memulai sesuatu yang baru tanpa memikirkanmu.
Karena selama ini aku tak pernah benar-benar melupakanmu. Karena tak pernah ada
yang tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Tak banyak yang tahu bahwa air mataku
masih terjatuh untukmu, yang mereka tahu aku hanyalah temanmu, persinggahan
disaat kamu butuh. Padahal, mereka tak pernah tahu betapa kita dulu pernah
berjalan begitu dekat seakan tanpa jarak.
Kini aku hanya
ingin bertanya, kapan kau akhiri semua teka-teki ini ? Karena aku sudah lelah memainkannya.....
Maafkan
perempuan tak tahu diri
yang
masih saja mengharapkanmu..
Langganan:
Postingan (Atom)