Beberapa hari
setelah kepergianmu yang entah harus ku sebut apa. Kamu meninggalkan
ku(lagi), berjalan bahkan berlali menjauh pergi. Ini bukan yang pertama, juga
bukan yang kedua atau yang ketiga. Aku tak pernah menghitung sudah berapa kali
kamu datang dan pergi seperti ini. Kamu selalu begitu, datang sebentar mengukir
kenangan baru, kemudian pergi tanpa pamit kepadaku.
Namun ada yang
berbeda pada kepergianmu kali ini. Aku tahu alasanmu pergi kali ini berasal
dari kebodohanku. Kamu pergi setelah membaca kicauanku pada dunia maya itu.
Kicauanku kali itu memang ku tunjukkan kepadamu, tapi aku tak pernah meyangka
bahwa kamu akan menemukan tulisanku
yang satu itu. Aku menyesal pernah menulis tentangmu. Sejujurnya aku hanya
ingin menyadarkanmu tentang apa yang aku rasakan. Hanya ingin kau mampu
mengerti perasaanku ketika dengan mudahnya kamu datang dan pergi dari
hidupku—berkali-kali.
Namanya juga
sebuah tulisan, seseorang bisa saja membaca dari sudut pandang dirinya bukan
dari sudut pandang penulisnya. Dan itulah yang terjadi diantara kita. Kamu
mengartikan tulisanku dari sudut pandangmu, lalu sudahkah kamu membacanya dari
sudut pandangku? Tentu belum. Kamu berfikir sesukamu tanpa bertanya padaku
dahulu. Setelah itu kamu membalas tulisanku dengan kicauan pada dunia yang sama
juga. Saat itu kamu berkata bahwa kamu tak akan mengganggu hidupku. Aku tak
pernah mengira kalau kamu akan benar-benar pergi, tapi akhirnya aku sadar kalau
kamu memang sudah pergi. Aku terluka, sangat parah. Seharusnya aku tak perlu
menangis terisak seperti ini karena kepergianmu bukanlah yang pertama. Tapi mengapa
harus ku kunjungi mimpi buruk ini lagi, padahal beberapa hari yang lalu baru
saja ku temukan taman pelangi warna-warni. Aku sadar bahwa tawa dan air mata
memang sudah menjadi satu paket.
Jika saja kamu
mampu membaca fikiranku dan memahimi isi hatiku. Sungguh...kehadiranmu adalah
hal yang selalu aku tunggu. Tertawa bersamamu mungkin adalah kebahagiaan yang
tak pernah ku rasa sebelumnya. Tapi nyatanya..kamu tak pernah mengerti. Kamu
menganggap bahwa hatiku sudah baik-baik saja. Tentu saja tidak. Sekalipun aku
sudah mampu menerima segalanya, tetap saja aku tak bisa menggantikan kenangan
yang pernah ada. Luka mungkin bisa sembuh, tapi apa kamu yakin bahwa bekasnya
akan benar-benar hilang ? Tak mungkin. Seharusnya kamu paham bahwa tak mudah
menganggap apa yang yang dicinta adalah hal yang biasa. Dan tak pernah mudah
menganggapmu hanya teman ketika perasaanku menjadikanmu kecintaan.
Dimataku kamu
berbeda, dihatiku kamu telah jadi segalanya. Inilah perasaanku yang masih sama
sejak dua tahun lalu. Cukupkah penjelasanku? Tentu saja tak pernah cukup. Seandainya
kau tahu memendam perasaan selama ini sendirian bukanlah hal yang mudah bagiku.
Dulu kamu pernah tahu perasaanku, tapi kamu tentu tidak pernah tahu sedalam apa
perasaanku. Satu tahun lebih aku jatuh cinta diam-diam, menjadi pemuja rahasia
yang tak pernah berani untuk ungkapkan perasaan.
Aku tak pernah
marah ketika kamu selalu jadikan aku persinggahan tempatmu meletakkan segala
kecemasan. Aku selalu siap jika kau jadikan sandaran tuk menghilangkan penat.
Apa selama ini aku pernah menolakmu ketika kau seenaknya masuk tanpa permisi?
Kamu tiba-tiba datang minta ditemani dan
ketika lukamu sembuh kemudian kamu pergi lagi dan begitu seterusnya. Sejujurnya
aku lelah berdiri di trotoar jalan. Kapan kau kan jadikan aku tujuan ?
Satu hal lagi
yang tak pernah kau tahu. Aku menyimpan lukaku dalam-dalam sehingga lukaku tak
pernah benar-benar sembuh. Aku hanya bersikap layaknya orang yang tak rapuh.
Padahal jika kau sentuh saja mungkin hatiku sudah luruh. Aku tak pernah benar-benar
melupakanmu. Dan kai ini aku
benar-benar merasa kosong. Ada sesuatu yang tiba-tiba hiang—kamu. Aku berharap
hatiku bisa pulih kembali dan mampu melupakanmu. Namun satu hal yang aku
sendiri tak tahu mengapa aku masih bertahan dalam ketidaktahuanmu. Hati kecilku
meyakini bahwa kamu akan selalu kembali.
Untuk kamu yang tak pernah menyadari
kesakitanku
-Bintang