Powered By Blogger

Jumat, 05 Juli 2013

Aku Tak Seperti Mantanmu

Semua berawal ketika kita sering dipertemukan oleh waktu. Ketika kita sama sama terluka dan saling membutuhkan obat. Kamu datang dengan tergopoh merintih kesakitan, aku pun begitu. Aku dan kamu adalah dua orang yang terluka karena penghianatan yang mengatasnamakan cinta. Kamu baru saja putus dengan mantanmu yang sangat kau cintai itu. Dan aku, yang dikhianati sahabatku sendiri.
 Seiring berjalannya hari dan peristiwa-peristiwa kecil yang sering kita lewati bersama. Diam-diam sosokmu menjadi hal yang paling ingin ku lihat setiap harinya. Sosokmu menjelma mejadi motivasi yang selalu membangkitkan saat aku mulai terjatuh. Diam-diam aku mulai memperhatikan setiap detail dirimu. Tubuhmu yang menjulang tinggi melebihi tinggi tubuhku membuatku nyaman berlama-lama berada didekatmu; seperti terlindungi. Sikapmu yang kaku dan dingin bagaikan es adalah hal yang paling ingin kutaklukan kala itu. Hingga akhirnya kau pun perlahan mencair dari kebekuanmu. Aku juga menyukai setiap lekuk rahang pipimu yang mulai melebar kala tersenyum padaku.
Hampir setiap hari kita habiskan waktu bersama. Saling mentertawakan kebodohan masing-masing. Sikapmu yang manja adalah hal yang paling aku rindukan darimu. Perlahan…ada perasaaan yang berbeda yang mulai mengganjal dihatiku terhadapmu. Aku membayangkan diriku yang suatu hari nanti dapat terlepas dari jeratan masalalu dan kemudian menggapai kamu sebagai masa depanku. Mungkin…kamu adalah obat dari rasa sakitku. Aku mulai merasa nyaman dengan kedekatan kita seperti ini. Aku menganggap semua yang terjadi antara kita adalah hal yang istimewa. Aku mengartikan kamu sebagai pelangi yang memberikan warna berbeda.
Aku tahu kamu masih terluka mungkin masih sangat parah. Tapi kamu sangat berani untuk membantu mengobati lukaku yang bahkan kamu pun belum mampu mengobati lukamu sendiri.  Perlahan ketika lukaku mulai sembuh, aku mencoba berjalan kearahmu. Mencoba untuk membalut lukamu dengan caraku sendiri. Setiap hari kamu selalu menjelma menjadi untaian dalam baris doaku.
Kita mungkin baru kenal beberapa minggu ini. Dan kamu mungkin orang pertama yang akan berkata bahwa aku gila, ketika aku bilang ‘aku mulai mencintaimu’. Aku pun tak percaya dengan yang aku rasakan. Tapi, bukankah cinta bisa datang kapan saja, bahkan ketikatak diminta? Aku tak pernah meminta untuk jatuh cinta lagi. Aku hanya ingin lukaku sembuh dan tak merasakan sakit hati lagi. Namun Tuhan berkehendak lain, aku jatuh cinta lagi. Kepada sosokmu yang kini menjadi alasanku terbangun setiap pagi.
Kini kau mulai berani menceritakan padaku tentang mantanmu yang munafik itu. Aku dapat merasakan kesakitanmu ketika kamu bercerita dengan nada bergetar. Aku tahu lukamu pasti sangat parah, dan saat ini aku hanya ingin membantumu. Aku ingin memelukmu saat ini, saat kamu kedinginan dan dengan luka yang menganga lebar dihatimu.
Aku mencoba memberanikan diri untuk mengenggam tanganmu. Aku tersenyum kearahmu menatap yakin pada bola matamu “Aku pernah terluka, sama sepertimu”.
Keningmu berkerut, aku tahu kamu menunggu perkataanku selanjutnya. “’Aku pernah terkhianati. Aku pernah diposisimu, kamu tak pernah sendirian merasakan sakitnya. Aku berjanji akan selalu bersamamu setidaknya sampai lukamu sembuh”
“Terimakasih Sarah, aku cuma butuh waktu ”
Aku menatapmu tajam “Apa kau merasakan arti hadirku?”
                “Iya, aku merasakanmu seperti hembusan angin yang menyejukkan”
                “Bisakah kau katakan padaku apa yang harus kulakukan untuk membantu mengobati lukamu? Seperti halnya kamu membantu menyembuhkan lukaku”
                “Tetaplah disampingku”
                “Aku akan selalu disampingmu, percayalah”
                “Sulit bagiku untuk percaya bahwa aku tak kan terluka lagi”
                “Mengapa? Apa kau takut aku akan berkhianat seperti mantanmu”
                “Bagi orang yang pernah terluka sepertiku sangat sulit untuk percaya bahwa aku takkan terluka lagi”
                “Bagaimana bisa kau katakan itu jika kau belum mencoba?”
                “Mencoba untuk apa?”
                “Mencoba untuk membuka hatimu untukku. Ketahuilah, bahwa aku bukan penghianat, tapi aku sama sepertimu …orang yang terkhianati”
                “Akankah kau berjanji untuk bersedia menjaga hatiku ketika ku sudah memberikan hatiku untukmu sepenuhnya?”
                “Aku bernjanji, karna aku mencintaimu. Tapi seharusnya kau tak mengajukan syarat apapun ketika mencintai.”
                Kamu hanya diam tak membalas perkataanku. Akankah kau menolakku? Aku bertanya tanya dalam hatiku. Ingin sekali ku dengar dari mulutkmu bahwa kau juga merasakan perasaan yang sama sepertiku.
                Aku terkejut saat tiba-tiba lenganmu menarik tubuhku dalam pelukanmu. Kamu membelai rambutku dan berkata “Aku mencintaimu Sarah, dan aku percaya kau tak selicik mantanku”.