Semua berawal ketika kita sering
dipertemukan oleh waktu. Ketika kita sama sama terluka dan saling membutuhkan
obat. Kamu datang dengan tergopoh merintih kesakitan, aku pun begitu. Aku dan
kamu adalah dua orang yang terluka karena penghianatan yang mengatasnamakan
cinta. Kamu baru saja putus dengan mantanmu yang sangat kau cintai itu. Dan aku,
yang dikhianati sahabatku sendiri.
Seiring berjalannya hari dan
peristiwa-peristiwa kecil yang sering kita lewati bersama. Diam-diam sosokmu
menjadi hal yang paling ingin ku lihat setiap harinya. Sosokmu menjelma mejadi
motivasi yang selalu membangkitkan saat aku mulai terjatuh. Diam-diam aku mulai
memperhatikan setiap detail dirimu. Tubuhmu yang menjulang tinggi melebihi
tinggi tubuhku membuatku nyaman berlama-lama berada didekatmu; seperti
terlindungi. Sikapmu yang kaku dan dingin bagaikan es adalah hal yang paling
ingin kutaklukan kala itu. Hingga akhirnya kau pun perlahan mencair dari
kebekuanmu. Aku juga menyukai setiap lekuk rahang pipimu yang mulai melebar
kala tersenyum padaku.
Hampir setiap hari kita habiskan
waktu bersama. Saling mentertawakan kebodohan masing-masing. Sikapmu yang manja
adalah hal yang paling aku rindukan darimu. Perlahan…ada perasaaan yang berbeda
yang mulai mengganjal dihatiku terhadapmu. Aku membayangkan diriku yang suatu
hari nanti dapat terlepas dari jeratan masalalu dan kemudian menggapai kamu
sebagai masa depanku. Mungkin…kamu adalah obat dari rasa sakitku. Aku mulai
merasa nyaman dengan kedekatan kita seperti ini. Aku menganggap semua yang
terjadi antara kita adalah hal yang istimewa. Aku mengartikan kamu sebagai pelangi
yang memberikan warna berbeda.
Aku tahu kamu masih terluka mungkin
masih sangat parah. Tapi kamu sangat berani untuk membantu mengobati lukaku
yang bahkan kamu pun belum mampu mengobati lukamu sendiri. Perlahan ketika lukaku mulai sembuh, aku
mencoba berjalan kearahmu. Mencoba untuk membalut lukamu dengan caraku sendiri.
Setiap hari kamu selalu menjelma menjadi untaian dalam baris doaku.
Kita mungkin baru kenal beberapa
minggu ini. Dan kamu mungkin orang pertama yang akan berkata bahwa aku gila,
ketika aku bilang ‘aku mulai mencintaimu’. Aku pun tak percaya dengan yang aku
rasakan. Tapi, bukankah cinta bisa datang kapan saja, bahkan ketikatak diminta?
Aku tak pernah meminta untuk jatuh cinta lagi. Aku hanya ingin lukaku sembuh
dan tak merasakan sakit hati lagi. Namun Tuhan berkehendak lain, aku jatuh
cinta lagi. Kepada sosokmu yang kini menjadi alasanku terbangun setiap pagi.
Kini kau mulai berani menceritakan
padaku tentang mantanmu yang munafik itu. Aku dapat merasakan kesakitanmu
ketika kamu bercerita dengan nada bergetar. Aku tahu lukamu pasti sangat parah,
dan saat ini aku hanya ingin membantumu. Aku ingin memelukmu saat ini, saat
kamu kedinginan dan dengan luka yang menganga lebar dihatimu.
Aku mencoba memberanikan diri untuk
mengenggam tanganmu. Aku tersenyum kearahmu menatap yakin pada bola matamu “Aku
pernah terluka, sama sepertimu”.
Keningmu berkerut, aku tahu kamu
menunggu perkataanku selanjutnya. “’Aku pernah terkhianati. Aku pernah
diposisimu, kamu tak pernah sendirian merasakan sakitnya. Aku berjanji akan
selalu bersamamu setidaknya sampai lukamu sembuh”
“Terimakasih Sarah, aku cuma butuh
waktu ”
Aku menatapmu tajam “Apa kau
merasakan arti hadirku?”
“Iya,
aku merasakanmu seperti hembusan angin yang menyejukkan”
“Bisakah
kau katakan padaku apa yang harus kulakukan untuk membantu mengobati lukamu?
Seperti halnya kamu membantu menyembuhkan lukaku”
“Tetaplah
disampingku”
“Aku akan
selalu disampingmu, percayalah”
“Sulit
bagiku untuk percaya bahwa aku tak kan terluka lagi”
“Mengapa?
Apa kau takut aku akan berkhianat seperti mantanmu”
“Bagi
orang yang pernah terluka sepertiku sangat sulit untuk percaya bahwa aku takkan
terluka lagi”
“Bagaimana
bisa kau katakan itu jika kau belum mencoba?”
“Mencoba
untuk apa?”
“Mencoba
untuk membuka hatimu untukku. Ketahuilah, bahwa aku bukan penghianat, tapi aku
sama sepertimu …orang yang terkhianati”
“Akankah
kau berjanji untuk bersedia menjaga hatiku ketika ku sudah memberikan hatiku
untukmu sepenuhnya?”
“Aku
bernjanji, karna aku mencintaimu. Tapi seharusnya kau tak mengajukan syarat
apapun ketika mencintai.”
Kamu
hanya diam tak membalas perkataanku. Akankah kau menolakku? Aku bertanya tanya dalam
hatiku. Ingin sekali ku dengar dari mulutkmu bahwa kau juga merasakan perasaan
yang sama sepertiku.
Aku
terkejut saat tiba-tiba lenganmu menarik tubuhku dalam pelukanmu. Kamu membelai
rambutku dan berkata “Aku mencintaimu Sarah, dan aku percaya kau tak selicik
mantanku”.